Senin, 28 April 2014

KEBUDAYAAN KU. UJUNG BUMI PAPUA WAMENA

KEBUDAYAAN PAPUA SUKU DANI.

 



 OLEH



NAMA           : NIPSON MURIB
JURUSAN     : PARIWISATA
PROGRAM   :TRAVEL/PERJALANAN

  

KEMENTRIAN PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF INDONESIA
SEKOLAH TINGGI PARIWISATA NUSA DUA, BALI
TAHUN 2014.



BAB I

1.      LATAR BELAKANG.
Papua adalah salah satu pulau terbesar di Indonesia yang memiliki alam yang sangat unik dan budaya yang berbeda, dengan Suku sebanyak 310 dan bahasa 225 bahasa yang di huni di pulau papua, bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia. Papua memeliki Dua provinsi yaitu Provini Papua dan Papua Barat, provinsi Papua Beribu kota Jayapura sedangkan Papua Barat beribu kota Sorong. Papua memiliki 3 pemukiman yaitu Penduduk pesisir pantai,Penduduk pedalaman yang mendiami dataran rendah,Penduduk daerah yang mendiami dataran tinggi. Di papua ada Beberapa  agama yang di huni yaitu Agama Kristen Protestan,Kristen Katolik,Islam,Hindu,budha. Orang papua  Orang pribumi sendiri memeluk Agama Kristen Protestan dan Katolik sedangkan ada beberapa agama tersebut adalah Dari luar Papua seperti Bali,Makasar, Jawa dll.
2.      GEOGRAFI PAPUA
Papua terletak pada kedudukan 0° 19' - 10° 45' LS dan 130° 45' - 141° 48' BT, menempati sesetengah bahagian barat dari Papua New Guinea yang merupakan pulau terbesar kedua selepas Greenland. Secara fizikal, Papua merupakan daerah (provinsi) terbesar di Indonesia, dengan luas daratan 21,9% dari jumlah kesuluruhan tanah seluruh Indonesia iaitu 421,981 km², membujur dari barat ke timur (Sorong - Jayapura) sepanjang 1,200 km (744 batu) dan dari utara ke selatan (Jayapura- Merauke) sepanjang 736 km (456 batu). Selain daripada tanah yang luas, Papua juga memiliki banyak pulau sepanjang pesisirannya. Di pesisiran utara terdapat Pulau Biak, Numfor, Yapen dan Mapi. Pada bahagian barat ialah Pulau Salawati, Batanta, Gag, Waigeo dan Yefman. Pada pesisiran Selatan terdapat pula Pulau Kalepon, Komoran, Adi, Dolak, sedangkan di bahagian timur bersempadan dengan Papua New Guinea.
3.      IKLIM PAPUA
Papua terletak tepat di sebelah selatan garis khatulistiwa, namun kerana daerahnya yang bergunung-gunung maka iklim di Papua sangat bervariasi melebihi daerah Indonesia lainnya. Di daerah pesisiran barat dan utara beriklim tropika lembap dengan tadahan hujan rata-rata berjumlah diantara 1.500 - 7.500 mm pertahun. Tadahan hujan tertinggi terjadi di pesisir pantai utara dan di pegunungan tengah, sedangkan tadahan hujan terendah terjadi di pesisir pantai selatan. Suhu udara bervariasi sejajar dengan bertambahnya ketinggian. Untuk setiap kenaikan ketinggian 100 m ( 900 kaki ), secara rata-rata suhu akan menurun 0.6 °C.

4.      TOPOGRAFI
Keadaan topografi Papua bervariasi mulai dari dataran rendah berawa sampai dataran tinggi yang dipenuhi dengan hutan hujan tropika, padang rumput dan lembah. Pada bahagian tengah pula terdapat rangkaian pergunungan tinggi sepanjang 650 km. Salah satu bahagian daripada pegunungan tersebut adalah pergunungan Jayawijaya yang terkenal kerana di sana terdapat tiga puncak tertinggi yang walaupun terletak dalam garisan khatulistiwa namun selalu diselimuti oleh salji di puncak Jayawijaya dengan ketinggian 5,030 m (15.090 kaki), puncak Trikora 5,160 m (15,480 kaki) dan puncak Yamin 5,100 m (15.300 kaki).
Sungai-sungai besar beserta anak sungainya mengalir ke arah selatan dan utara. Sungai Digul yang bermula dari pedalaman kabupaten Merauke mengalir ke Laut Arafura. Sungai Warenai, Wagona dan Mamberamo yang melewati Kabupaten Jayawijaya, Paniai dan Jayapura bermuara di Samudera Pasifik. Sungai-sungai tersebut mempunyai peranan penting bagi masyarakat sepanjang alirannya baik sebagai sumber air bagi kehidupan harian, sebagai nelayan mahupun sebagai sarana penghubung ke daerah luar. Selain itu terdapat pula beberapa danau, diantaranya yang terkenal adalah Danau Sentani di Jayapura, Danau Yamur, Danau Tigi dan Danau Paniai di Kabupaten Nabire dan Paniai.

BAB II
PEMBAHASAN
1.      TENTANG SUKU DANI.
Suku Dani adalah sebuah suku yang mendiami satu wilayah di Lembah Baliem yang dikenal sejak ratusan tahun lalu sebagai petani yang terampil dan telah menggunakan alat / perkakas yang pada awal mula ditemukan diketahui telah mengenal teknologi penggunaan kapak batu, pisau yang dibuat dari tulang binatang, bambu dan juga tombak yang dibuat menggunakan kayu galian yang terkenal sangat kuat dan berat. Suku Dani masih banyak mengenakan “koteka” (penutup Kemaluan Pria) yang terbuat dari kunden/labu kuning dan para wanita menggunakan pakaian wah berasal dari rumput/serat dan tinggal di “honai-honai” (gubuk yang beratapkan jerami/ilalang). Upacara-upacara besar dan keagamaan, perang suku masih dilaksanakan (walaupun tidak sebesar sebelumnya).
Suku Dani yang mendiami daerah Lembah Baliem. Merupakan salah satu Suku Terbesar yang mendiami Wilayah Pegunungan Tengah Papua. Selain Suku Dani, Wilayah Pegunungan Tengah Papua didiami oleh suku, Ekari, Moni, Damal, Amugme dan beberapa sub suku lainnya.
Sebagian masyarakat suku Dani menganut agama Kristen atas pengaruh misionaris Eropa yang datang ke tempat itu dan mendirikan misi misionarisnya ketika pada tahun sekitar 1935 pemerintahan Belanda membangun kota Wamena. Kondisi geografis dari tempat tinggal Suku Dani ini sendiri seperti halnya daerah pegunungan tengah di Papua, terdiri dari gunung-gunung tinggi dan sebagian puncaknya bersalju dan lembah-lembah yang luas. Kontur tanahnya sendiri terdiri dari tanah berkapur dan granit dan disekitar lembah yang merupakan perpaduan dari tanah berlumpur yang mengendap dengan tanah liat dan lempung. Daerahnya sendiri beriklim tropis basah karena dipengaruhi oleh letak ketinggian dari permukaan laut, temperatur udara bervariasi antara 80-200Celcius, suhu rata-rata 17,50 Celcius dengan hari hujan 152,42 hari pertahun, tingkat kelembaban diatas 80 %, angin berhembus sepanjang tahun dengan kecepatan rata-rata tertinggi 14 knot dan terendah 2,5 knot.
Mitos menceritakan bahwa orang pertama/ manusia pertama suku Dani bernama Pumpa (Pria) dan Nali nali(Wanita) yang masuk ke Lembah Baliem dari arah timur melalui sebuah Goa. Ada beberapa sumber yang mengatakan Goa pertama tempat keluarnya manusia pertama ini berasal dari Goa Kali Huam (Daerah Siepkosy), ada pula yang mengatakan dari Goa di Daerah Pugima dan sebagian mengatakan bahwa keluarnya Manusia pertama suku dani ini berasal dari dari Pintu masuk angin di daerah Kurima.
Hutan-hutan di mana suku Dani bermukim sangat kaya akan flora dan fauna yang tak jarang bersifat endemic seperti cenderawasih, mambruk, nuri bermacam-macam jenis burung dan kupu-kupu yang beraneka ragam warna dan coraknya. Untuk budaya dari Suku Dani sendiri, meskipun suku Dani penganut Kristen, banyak diantara upacara-upacara mereka masih bercorak budaya lama yang diturunkan oleh nenek moyang mereka. Suku Dani percaya terhadap rekwasi. Seluruh upacara keagamaan diiringi dengan nyanyian, tarian dan persembahan terhadap nenek moyang. Peperangan dan permusuhan biasanya terjadi karena masalah pelintasan daerah perbatasan dan wanita.
Pada rekwasi ini, para prajurit biasanya akan membuat tanfa dengan lemak babi, kerang, bulu-bulu, kus-kus, sagu rekat, getah pohon mangga, dan bunga-bungaan di bagian tubuh mereka. Tangan mereka menenteng senjata-senjata tradisional khas suku Dani seperti tombak, kapak, parang dan busur beserta anak panahnya.
Salah satu kebiasaan unik lainnya dari suku Dani sendiri adalah kebiasaan mereka mendendangkan nyanyian-nyanyian bersifat heroisme dan atau kisah-kisah sedih untuk menyemangati dan juga perintang waktu ketika mereka bekerja. Untuk alat musik yang mengiringi senandung atau dendang ini sendiri adalah biasanya adalah alat musik pikon, yakni satu alat yang diselipkan diantara lubang hidung dan telinga mereka. Disamping sebagai pengiring nyanyian, alat ini pun berfungsi ganda sebagai isyarat kepada teman atau lawan di hutan kala berburu.
 Nama Dani  sebenarnya bermakna orang asing, yaitu berasal dari kata Ndani, tapi karena ada perubahan fenom N hilang dan menjadi Dani saja. Suku Dani sendiri sebenarnya lebih senang disebut suku Parim. Suku ini sangat menghormati nenek moyangnya dengan penghormatan mereka biasanya dilakukan melalui upacara pesta babi.
Untuk bahasa sendiri, suku Dani memiliki 3 sub bahasa ibu secara keseluruhan, dan ketiganya termasuk bahasa-bahasa kuno yang kemudian seiring perjalanan waktu, ketiga sub bahasa ibu ini pun memecah menjadi berbagai varian yang dikenal sekarang ini di Papua.
Sub bahasa ibu itu adalah:
1.      SubkeluargaWano.
2.      Sub keluarga Dani Pusat yang terdri atas logat Dani Barat dan logat lembah Besar
3.      Sub keluarga Nggalik – Dugawa.
Tak bisa kita pungkiri lagi kalau suku Dani dan seluruh suku yang mendiami Lembah Baliem di Wamena Papua ini merupakan kekayaan budaya yang tak ternilai dan haruslah di lestarikan. Wisata budaya dapat digunakan untuk memperkenalkan keunikannya ke seluruh penjuru dunia.

1.1.KEPERCAYAAN
Sistem Religi / Kepercayaan Dasar religi masyarakat Dani adalah sama uraian yang di atas yaitu menghormati roh nenek moyang dan juga diselenggarakannya upacara yang dipusatkan pada pesta babi. Konsep kepercayaan / keagamaan yang terpenting adalah Atou, yaitu kekuatan sakti para nenek moyang yang diturunkan secara patrilineal (diturunkan kepada anak laki-laki). Kekuasaan sakti ini antara lain :
ü  kekuatan menjaga kebun.
ü  kekuatan menyembuhkan penyakit dan menolak bala.
ü  kekuatan menyuburkan tanah Untuk menghormati nenek moyangnya, suku Dani membuat lambang nenek moyang yang disebut Kaneka. Selain itu juga adanya Kaneka Hagasir yaitu upacara keagamaan untuk menyejahterakan keluarga masyarakat serta untuk mengawali dan mengakhiri perang.
1.2. SISTEM KEKERABATAN.
Masyarakat Dani tidak mengenal konsep keluarga batih, di mana bapak, ibu, dan anak tinggal dalam satu rumah. Mereka adalah masyarakat komunal. Maka jika rumah dipandang sebagai suatu kesatuan fisik yang menampung aktivitas-aktivitas pribadi para penghuninya, dalam masyarakat Dani unit rumah tersebut adalah sili.
Sistem Kekerabatan Sistem kekerabatan masyarakat Dani ada tiga yaitu kelompok kekerabatan, paroh masyarakat, dan kelompok teritorial.
·         Kelompok kekerabatan yang terkecil dalam masyarakat suku Dani adalah keluarga luas. Keluarga luas ini terdiri atas tiga atau dua keluarga inti bersama – sama menghuni suatu kompleks perumahan yang ditutup pagar (lima).
Pernikahan orang Dani bersifat poligami diantaranya poligini. Keluarga batih ini tinggal di satu – satuan tempat tinggal yang disebut siimo. Sebuah desa Dani terdiri dari 3 & ndash; 4 slimo yang dihuni 8 & ndash; 10 keluarga. Menurut mitologi suku Dani berasal dari keuturunan sepasang suami istri yang menghuni suatu danau di sekitar kampung Maina di Lembah Baliem Selatan. Mereka mempunyai anak bernama Woita dan Waro.
Orang Dani dilarang menikah dengan kerabat suku Moety sehingga perkawinannya berprinsip eksogami Moety (perkawinan Moety / dengan orang di luar Moety).
·         Paroh masyarakat. Struktur masyarakat Dani merupakan gabungan beberapa ukul (klen kecil) yang disebut ukul oak (klen besar).
·         Kelompok teritorial. Kesatuan teritorial yang terkecil dalam masyarakat suku bangsa Dani adalah kompleks perumahan (uma) yang dihuni untuk kelompok keluarga luas yang patrilineal (diturunkan kepada anak laki-laki).

1.3.PERKAWINAN.
Pernikahan orang Dani bersifat poligami diantaranya poligini. Keluarga batih ini tinggal di satu – satuan tempat tinggal yang disebut silimo. Sebuah desa Dani terdiri dari 3 & ndash; 4 slimo yang dihuni 8 & ndash; 10 keluarga. Menurut mitologi suku Dani berasal dari keuturunan sepasang suami istri yang menghuni suatu danau di sekitar kampung Maina di Lembah Baliem Selatan. Mereka mempunyai anak bernama Woita dan Waro. Orang Dani dilarang menikah dengan kerabat suku Moety sehingga perkawinannya berprinsip eksogami Moety (perkawinan Moety / dengan orang di luar Moety). b. Paroh masyarakat. Struktur masyarakat Dani merupakan gabungan beberapa ukul (klen kecil) yang disebut ukul oak (klen besar) c. Kelompok teritorial. Kesatuan teritorial yang terkecil dalam masyarakat suku bangsa Dani adalah kompleks perumahan (uma) yang dihuni untuk kelompok keluarga luas yang patrilineal (diturunkan kepada anak laki-laki).
1.4.Kesenian
Kesenian dan Kerajinan Kesenian masyarakat suku Dani dapat dilihat dari cara membangun tempat kediaman, seperti disebutkan di atas dalam satu silimo ada beberapa bangunan, seperti : Honai, Ebeai, dan Wamai. Selain membangun tempat tinggal, masyarakat Dani mempunyai seni kerajinan khas, anyaman kantong jaring penutup kepala dan pegikat kapak. Orang Dani juga memiliki berbagai peralatan yang terbuat dari bata, peralatan tersebut antara lain : Moliage, Valuk, Sege, Wim, Kurok, dan Panah sege.
1.5.Pendidikan
Sebagaimana suku – suku pedalaman Papua seperti halnya suku Dani umumnya tingkat pendidikan (formal) rendah dan kesadaran untuk menimba ilmunya juga masih kurang. Namun, sejak masa reformasi beberapa belas tahun silam suku Dani sudah banyak yang menuntut ilmu ke luar daerahnya.


1.6.Politik Suku Dani
Sistem Politik dan Kemasyarakatan Masyarakat Dani senantiasa hidup berdampingan dan saling tolong menolong, kehidupan masyarakat Dani memiliki ciriciri sebagai berikut :
ü  Masyarakat Dani memiliki kerjasama yang bersifat tetap dan selalu bergotong royong.
ü  Setiap rencana pendirian rumah selalu didahului dengan musyawarah yang dipimpin oleh seorang penata adat atau kepala suku.
ü  Organisasi kemasyarakat pada suku Dani ditentukan berdasarkan hubungan keluarga dan keturunan dan berdasarkan kesatuan teritorial.
Suku Dani dipimpin oleh seorang kepala suku besar yaitu disebut Ap Kain yang memimpin desa adat watlangka, selain itu ada juga 3 kepala suku yang posisinya berada di bawah Ap Kain dan memegang bidang sendiri  sendiri, mereka adalah : Ap. Menteg, Ap. Horeg, dan Ap Ubaik Silimo biasa yang dihuni oleh masyatakat biasa dikepalai oleh Ap. Waregma. Dalam masyarakat Dani tidak ada sistem pemimpin, kecuali istilah Kain untuk pria yang berarti kuat, pandai dan terhormat.
Pada tingkat uma, pemimpinnya adalah laki-laki yang sudah tua tetapi masih mampu mengatur urusannya dalam satu halaman rumah tangga maupun kampungnya. Urusan tersebut antara lain : Pemeliharaan kebun dan Bahi, serta Melerai pertengkaran.
Pemimpin federasi berwenang untuk memberi tanda dimulainya perang atau pesta lain. Pertempuran dipimpin untuk para win metek. Pemimpin konfederasi biasanya pernah juga menjadi win metek, meski bukan syarat mutlak, syarat menjadi pemimpin masyarakat Dani : Pandai bercocok tanam, bersifat ramah dan murah hati, pandai berburu, memiliki kekuatan fisik dan keberanian, pandai berdiplomasi, dan pandai berperang.
1.7.Sistem Ekonomi
Sistem Ekonomi Nenek moyang orang Dani tiba di Irian hasil dari suatu proses perpindahan manusia yang sangat kuno dari daratan Asia ke kepulauan Pasifik Barat Irian Jaya. Kemungkinan pada waktu itu masyarakat mereka masih bersifat praagraris yaitu baru mulai menanam tanaman dalam jumlah yang sangat terbatas. Inovasi yang berkesinambungan dan kontak budaya menyebabkan pola penanaman yang sangat sederhana tadi berkembang menjadi suatu sistem perkebunan ubijalar, seperti sekarang.

1.8.Mata Pencaharian
Mata pencaharian pokok suku bangsa Dani adalah bercocok tanam dan beternak babi. Umbi manis merupakan jenis tanaman yang diutamakan untuk dibudidayakan, artinya mata pencaharian umumnya mereka adalah berkebun. Tanaman-tanaman mereka yang lain adalah pisang, tebu, dan tembakau.

Kebun-kebun milik suku Dani ada tiga jenis, yaitu:
ü  Kebun-kebun di daerah rendah dan datar yang diusahakan secara menetap.
ü  Kebun-kebun di lereng gunung.
ü  Kebun-kebun yang berada di antara dua uma
Kebun-kebun tersebut biasanya dikuasai oleh sekelompok atau beberapa kelompok kerabat. Batas-batas hak ulayat dari tiap-tiap kerabat ini adalah sungai, gunung, atau jurang.
Dalam mengerjakan kebun, masyarakat suku Dani masih menggunakan peralatan sederhana seperti tongkat kayu berbentuk linggis dan kapak batu.
Selain berkebun, mata pencaharian suku Dani adalah beternak babi. Babi dipelihara dalam kandang yang bernama wamai (wam = babi; ai = rumah). Kandang babi berupa bangunan berbentuk empat persegi panjang yang bentuknya hampir sama dengan hunu. Bagian dalam kandang ini terdiri dari petak-petak yang memiliki ketinggian sekitar 1,25 m dan ditutupi bilah-bilah papan. Bagian atas kandang berfungsi sebagai tempat penyimpanan kayu bakar dan alat-alat berkebun. Bagi suku Dani babi berguna untuk: 1) dimakan dagingnya 2) darahnya dipakai dalam upacara magis 3) tulang-tulang dan ekornya untuk hiasan 4) tulang rusuknya digunakan untuk pisau pengupas ubi 5) sebagai alat pertukaran/barter 6) menciptakan perdamaian bila ada perselisihan
Suku Dani melakukan kontak dagang dengan kelompok masyarakat terdekat di sekitarnya. Barang-barang yang diperdagangkan adalah batu untuk membuat kapak, dan hasil hutan seperti kayu, serat, kulit binatang, dan bulu burung.

2.      TENTANG RUMAH ADAT
Honai, rumah adat suku Dani ukurannya tergolong mungil, bentuknya bundar, berdinding kayu dan beratap jerami. Namun, ada pula rumah yang bentuknya persegi panjang. Rumah jenis ini namanya Ebe’ai (Honai Perempuan).
Perbedaan antara Honai dan Ebe’ai terletak pada jenis kelamin penghuninya. Honai dihuni oleh laki-laki, sedangkan Ebe’ai (Honai Perempuan) dihuni oleh perempuan. Komplek Honai ini tersebar hampir di seluruh pelosok Lembah Baliem yang luasnya 1.200 km2. Baik itu dekat jalan besar (dan satu-satunya yang membelah lembah itu), hingga di puncak-puncak bukit, di kedalaman lembah, juga di bawah naungan tebing raksasa.

Rumah bundar itu begitu mungil sehinggi kita tak bisa berdiri di dalamnya. Jarak dari permukaan rumah sampai langit-langit hanya sekitar 1 meter. Di dalamnya ada 1 perapian yang terletak persis di tengah. Tak ada perabotan seperti kasur, lemari, ataupun cermin. Begitu sederhana namun bersahaja.

Atap jerami dan dinding kayu rumah Honai ternyata membawa hawa sejuk ke dalam Honai. Kalau udara dirasa sudah terlalu dingin, seisi rumah akan dihangatkan oleh asap dari perapian. Bagi suku Dani, asap dari kayu sudah tak aneh lagi dihisap dalam waktu lama. Selama pintu masih terbuka (dan memang tak ada tutupnya), oksigen masih mengalir kencang.
Selain jadi tempat tinggal, Honai juga multifungsi. Ada Honai khusus untuk menyimpan umbi-umbian dan hasil ladang, semacam lumbung untuk menyimpan padi. Ada pula yang khusus untuk pengasapan mumi. Fungsi yang disebut terakhir itu bisa ditemukan di Desa Kerulu dan Desa Aikima, tempat 2 mumi paling terkenal di Lembah Baliem.
2.1.Bentuk Honai
Bentuk Honai yang bulat tersebut dirancang untuk menghindari cuaca dingin ataupun karena tiupan angin yang kencang sehingga rumah yang sederhana ini dapat bertahan bertahun-tahun lamanya.
2.2.Atap Honai
Honai memiliki bentuk atap bulat kerucut. Bentuk atap ini berfungsi untuk melindungi seluruh permukaan dinding agar tidak mengenai dinding ketika hujan turun.
Atap honai terbuat dari susunan lingkaran-lingkaran besar yang terbuat dari kayu buah sedang yang dibakar di tanah dan diikat menjadi satu di bagian atas sehingga membentuk dome. Empat pohon muda juga diikat di tingkat paling atas dan vertikal membentuk persegi kecil untuk perapian.
Penutup atap terbuat dari jerami yang diikat di luar dome. Lapisan jerami yang tebal membentuk atap dome, bertujuan menghangatan ruangan di malam hari. Jerami cocok digunakan untuk daerah yang beriklim dingin. Karena jerami ringan dan lentur memudahkan suku Dani membuat atap serta jerami mampu menyerap goncangan gempa. Sehingga, apabila terjadi gempa sangat kecil kemungkinan Rumah Honai akan rubuh.
2.3.Dinding
Honai mempunyai pintu kecil dan jendela-jendela yang kecil, jendela-jendela ini berfungsi memancarkan sinar ke dalam ruangan tertutup itu, ada pula Honai yang tidak memiliki jendela, Honai tanpa jendela pada umumnya dipergunakan untuk kaum ibu/perempuan.
Jika anda masuk ke dalam honai ini maka di dalam cukup dingin dan gelap karena tidak terdapat jendela dan hanya ada satu pintu. Pintunya begitu pendek sehingga harus menunduk jika akan masuk ke rumah Honai. Dimalam hari menggunakan penerangan kayu bakar di dalam Honai dengan menggali tanah didalamnya sebagai tungku selain menerangi bara api juga bermanfaat untuk menghangatkan tubuh. Jika tidur mereka tidak menggunakan dipan atau kasur, mereka beralas rerumputan kering yang dibawa dari kebun atau ladang. Umumnya mereka mengganti jika sudah terlalu lama karena banyak terdapat kutu babi.



2.4.Ketinggian
Rumah Honai mempunyai tinggi 2,5-5 meter dengan diameter 4-6 meter. Rumah Honai ditinggali oleh 5-10 orang dan rumah ini biasanya dibagi menjadi 3 bangunan terpisah. Satu bangunan digunakan untuk tempat beristirahat (tidur). Bangunan kedua untuk tempat makan bersama dimana biasanya mereka makan beramai-ramai dan bangunan ketiga untuk kandang ternak terutama babi. Rumah Honai juga biasanya terbagi menjadi 2 tingkat. Lantai dasar dan lantai satu di hubungkan dengan tangga yang terbuat dari bambu/kayu. Biasanya pria tidur melingkar di lantai dasar , dengan kepala di tengah dan kaki di pinggir luarnya, demikian juga cara tidur para wanita di lantai satu. Dalam peraturan adat Honai, pria dan wanita (termasuk anak-anak) tidak boleh tidur disatu tempat secara bersamaan hukumnya tabu.
2.5.Fungsi Honai
Rumah Honai mempunyai fungsi antara lain:
ü  Sebagai tempat tinggal.
ü  Tempat menyimpan alat-alat perang.
ü  Tempat mendidik dan menasehati anak-anak lelaki agar bisa menjadi orang berguna di masa depan.
ü  Tempat untuk merencanakan atau mengatur strategi perang agar dapat berhasil dalam pertempuran atau perang.
ü  Tempat menyimpan alat-alat atau simbol dari adat orang Dani yang sudah ditekuni sejak dulu
2.6.Filosofi Honai
Filosofi bangunan Honai yang bentuknya bulat melingkar adalah :
ü  Dengan kesatuan dan persatuan yang paling tinggi kita mempertahankan budaya yang telah diperthankan oleh nene moyang kita dari dulu hingga saat ini.
ü  Dengan tinggal dalam satu honai maka kita sehati, sepikir dan satu tujuan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.
ü  Honai merupakan symbol dari kepribadian








2.7.Bahan Pembuat
Kebiasaaan dari suku atau orang Dani dan Yali dalam membangun Honai yaitu mereka mencari kayu yang memang kuat dan dapat bertahan dalam waktu yang lama atau bertahun-tahun bahkan sampai ratusan tahun. Bahan yang digunakan sebagai berikut:
ü  Kayu besi (oopihr) digunakan sebagai tiang penyangga bagian tengah Rumah Honai.
ü  Kayu buah besar.
ü  Kayu batu yang paling besar.
ü  Kayu buah sedang.
ü  Jagat (mbore/pinde).
ü  Tali.
ü  Alang-alang
ü  Papan yang dikupas
ü  Papan alas dll.
Adat Menghormati Nenek Moyang
Untuk mnghormati nenek moyangnya, Suku Dani membuat lambang nenek moyang yang disebut Kaneka. Selain itu juga adanya Kaneka Hagasir yaitu upacara keagamaan untuk mensejahterakan keluarga masyarakat serta untuk mengawali dan mengakhiri perang.
3.      TENTANG TRADISI POTONG JARI TANGAN
Banyak cara menunjukkan kesedihan dan rasa duka cita ditinggalkan anggota keluarga yang meninggal dunia. Butuh waktu lama untuk mengembalikan kembali perasaan sakit kehilangan. Namun berbeda dengan Suku Dani di Papua, mereka melambangkan kesedihan lantaran kehilangan salah satu anggota keluarga yang meninggal. Tidak hanya dengan menangis, tetapi memotong jari. Bila ada anggota keluarga atau kerabat dekat yang meninggal dunia seperti suami, istri, ayah, ibu, anak dan adik, Suku Dani diwajibkan memotong jari mereka. Mereka beranggapan bahwa memotong jari adalah symbol dari sakit dan pedihnya seseorang yang kehilangan anggota keluarganya. Pemotongan jari juga dapat diartikan sebagai upaya untuk mencegah ‘terulang kembali’ malapetaka yangg telah merenggut nyawa seseorang di dalam keluarga yg berduka.




3.1.Mengapa Jari Yang Di Potong
Bagi Suku Dani, jari bisa diartikan sebagai symbol kerukunan, kebersatuan dan kekuatan dalam diri manusia maupun sebuah keluarga. Walaupun dalam penamaan jari yang ada ditangan manusia hanya menyebutkan satu perwakilan keluarga yaitu Ibu jari. Akan tetapi jika dicermati perbedaan setiap bentuk dan panjang jari memiliki sebuah kesatuan dan kekuatan kebersamaan untuk meringankan semua beban pekerjaan manusia. Jari saling bekerjasama membangun sebuah kekuatan sehingga tangan kita bisa berfungsi dengan sempurna. Kehilangan salah satu ruasnya saja, bisa mengakibatkan tidak maksimalnya tangan kita bekerja. Jadi jika salah satu bagiannya menghilang, maka hilanglah komponen kebersamaan dan berkuranglah kekuatan.
Alasan lainya adalah “Wene opakima dapulik welaikarek mekehasik” atau pedoman dasar hidup bersama dalam satu keluarga, satu marga, satu honai (rumah), satu suku, satu leluhur, satu bahasa, satu sejarah/asal-muasal, dan sebagainya. Kebersamaan sangatlah penting bagi masyarakat pegunungan tengah Papua. Kesedihan mendalam dan luka hati orang yang ditinggal mati anggota keluarga, baru akan sembuh jika luka di jari sudah sembuh dan tidak terasa sakit lagi. Mungkin karena itulah masyarakat pegunungan papua memotong jari saat ada keluarga yang meninggal dunia. Tradisi Potong Jari di Papua sendiri dilakukan dengan berbagai banyak cara, mulai dari menggunakan benda tajam seperti pisau, kapak atau parang. Ada juga yang melakukannya dengan menggigit ruas jarinya hingga putus, mengikatnya dengan seutas tali sehingga aliran darahnya terhenti dan ruas jari menjadi mati kemudian baru dilakukan pemotongan jari. Selain tradisi pemotongan jari, di Papua juga ada tradisi yang dilakukan dalam upacara berkabung. Tradisi tersebut adalah tradisi mandi lumpur. Mandi lumpur dilakukan oleh anggota atau kelompok dalam jangka waktu tertentu. Mandi lumpur mempunyai arti bahwa setiap orang yang meninggal dunia telah kembali ke alam. Manusia berawal dari tanah dan kembali ke tanah. Beberapa sumber ada yang mengatakan Tradisi potong jari pada saat ini sudah hampir ditinggalkan. Jarang orang yang melakukannya belakangan ini karena adanya pengaruh agama yang mulai berkembang di sekitar daerah pegunungan tengah Papua. Namun kita masih bisa menemukan banyak sisa lelaki dan wanita tua dengan jari yang telah terpotong karena tradisi ini.








4.      Tentang Mumi Di Papua

PAPUA bukan kaya akan sumber daya alamnya saja, namun dari segi warisan dan keunikan budaya juga tanah ini cukup kaya. Salah satunya adalah keberadaan mumi di tanah Papua. Nilai budaya dari mumi juga cukup penting untuk di perhatikan.
Jika berbicara tentang sejarah keberadaan mumi, orang pasti mengira hanya terdapat di Mesir, yakni; mumi para Firaun. Ternyata mumi tidak hanya terdapat di Mesir, namun ada juga di Indonesia bagian timur, tepatnya di Provinsi Papua. Menurut sebuah penelitian yang dilakukan pada akhir tahun 1980-an sampai awal tahun 1990-an, terdapat tujuh mumi di Kabupaten Wamena, Provinsi Papua. Ketujuh mumi tersebut berada di beberapa Distrik yang tersebar di Kabupaten Wamena.

4.1.Mumi
Menurut Wikipedia Indonesia mumi adalah sebuah mayat yang diawetkan, dikarenakan perlindungan dari dekomposisi oleh cara alami atau buatan, sehingga bentuk awalnya tetap terjaga. Ini dapat dicapai dengan menaruh tubuh tersebut di tempat yang sangat kering atau sangat dingin, atau ketiadaan oksigen, atau penggunaan bahan kimiawi.
Tujuannya tidak begitu pasti, namun dipercayai sebagai sebuah simbol penghargaan masyarakat setempat terhadap seseorang yang dinilai telah berjasa dan memberikan kontribusi penting.

Biasanya mumi dikeringkan atau diawetkan menggunakan bahan kimia atau bahan pengawet khusus. Cara ini terjadi pada mumi para Firauan di Mesir, namun berbeda dengan mumi di Wamena. Ia terlebih dahulu diawetkan menggunakan ramuan tradisional sejenis daun, dan di keringkan di genting honai (red; rumah tradisional) dengan cara diasapi.  Di perkirakan mumi bisa bertahan dalam jangka waktu yang begitu lama, yakni; ratusan hingga ribuaan tahun. Keberadaan mumi juga di yakini sebagai simbol kepercayaan masyarakat sekitar pada leluhur, alam dan nenek moyang mereka.
4.2.Mumi Wamena.
Suku yang mendiami Wamena adalah suku Dani. Mereka terkenal karena kebiasaan mereka yang suka berperang. Mereka di yakini sebagai suku terbesar di Papua. Pada umumnya mereka tinggal di daerah pegunungan dan lemba-lembah Papua. Keberadaan mumi hanya ditemukan daerah mereka.





Tujuh mumi yang terdapat Kabupaten Wamena, tepatnya di Kecamatan Kurulu, utara Kota Wamena sebanyak sebanyak 3 mumi; Kecamatan Assologaima, barat Kota Wamena sebanyak 3 mumi, serta satu mumi di Kecamatan Kurima. Semua berjumlah enam mumi. Mumi yang terletak di Kecamatan Kurima adalah satu-satunya mumi perempuan. Ia tidak pernah di perlihatkan kepada masyarakat luas maupun kepada para wisatawan. Masyarakat sekitar meyakini jika ia perlihatkan secara bebas, akan berdampak buruk bagi keberlangsungan hidup mereka.
Ada dua mumi yang di dapat di perlihatkan secara umum, namun tentunya harus membayar dengan harga 20.000 rupiah hingga 30.000. Mumi tersebut adalah;
1.      mumi Werupak Elosak di Desa Aikima, dan
2.      Wimontok Mabel di Desa Yiwika,
keduanya berada di Distrik Kurulu. Ratusan hingga ribuan wisatawan berdatangan tiap tahunnya ke tempat ini. Selain dari dalam negeri, banyak juga yang datang dari luar negeri. Jika tidak menyaksikan upacara perang suku, mengunjung keberadaan mumi sudah tentu menjadi pilihan utama mereka.

4.3.Ketokohan Mumi
Mumi dikalangan masyarakat Dani tidak hanya menjadi sebuah simbol atau pajangan, namun lebih dari pada itu ia adalah sebuah tokoh besar yang patut di kenang sepanjang masa. Mereka meyakni mumi akan berada di tengah-tengah masyarakat, bahkan bersama-sama dengan mereka jika suatu waktu ada perang suku. Tidak semua mayat atau jasad yang diperbolehkan menjadi atau dijadikan mumi. Hanya yang mempunyai jasa besar terhadap suku seperti kepala suku atau panglima perang yang secara adat diizinkan menjadi mumi. Misalnya, Mumi Wimontok Mabel. Ia adalah seorang kepala suku besar. Wimontok mempunyai arti perang terus. Karena semasa hidupnya ia kepala suku perang yang ahli strategi. Wimontok meninggal akibat usia tua dan memberi wasiat kepada keluarganya agar jasadnya diawetkan. Hal itu di turuti oleh keluarganya. Ia diawetkan hingga sekarang. Umurnya bisa di pastikan sudah hampir 384 tahun. Jasadnya selalu di rawat. Setiap lima tahun sekali diadakan upacara oleh masyarakat setempat.

Mumi Werupak Elosak juga demikian. Saat ini ia berumur 232 tahun. Pakaian tradisional yang ia kenakan, seperti koteka, masih utuh. Ia adalah panglima perang dan meninggal akibat luka tusukan sege (tombak). Lukanya pun masih terlihat jelas hingga kini. Jasad Werupak dijadikan mumi, selain untuk menghormati jasa semasa hidupnya, juga karena Werupak sendiri yang meminta. Ia ingin supaya mayatnya diawetkan.
Hanya seorang tokoh penting yang jasadnya bisa di keringkan menjadi sebuah mumi, selain dari itu tidak. Kebiasaan masyarakat Wamena, jika seseorang telah meninggal, ia pasti akan di bakar, tujuannya agar jejaknya tidak di temukan lagi.
NIlai Ada Masyarakat Wamena pada umumnya sangat menghargai nilai-nilai adat dan budaya. Sejak turun temurun mereka telah diajarkan bagaimana menghargai dan menghormati seorang tokoh (red; kepala suku). Mereka beraggapan arah hidup mereka hanya dapat diarahkan oleh seorang tokoh tersebut. Bukti mereka menghargai nilai adat dan budaya juga terlihat dari kepatuhaan mereka untuk mengeringkan jasad dari seseorang yang telah meninggal. Padahal belum tentu semua orang sepakat dengan usulan tersebut. Musibah atau bencana dapat menimpah mereka jika tidak taat dan patuh terhadap seorang tokoh. Kebiasaan perang suku juga masih sering terjadi dan Wamena. Keberadaan mumi juga di pandang sebagai berkah besar bagi masyarakat setempat. Inilah keunikan budaya di negara Indonesia. Harapannya keberadaan mumi di Wamena masih terus dipelihara. Sekiranya perhatian pemerintah juga masih tetap di harapkan. Semoga keunikan dan warisan budaya lain yang belum di angkat dari bumi cenderawasih masih tetap di perhatikan lagi




BAB III
PENUTUP.

A.    KESIMPULAN.

Berdasarkan Hasil dan Pembahasan diatas maka saya menyimpulkan bahwa untuk membertahankan dan melestarikan kebudayaan atau adat istiadat tersebut, Pemerintah Daereh dengan masyarakat berkaitan satu sama lain atau saling membutuhkan dukungan masyarakat dan sebaliknya guna melestarikan kebudayaan tersebut.

B.     Lampiran.
Gbr 1: honai


 
Gmbr:Mumi

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar