KEBUDAYAAN PAPUA SUKU DANI.
OLEH
NAMA : NIPSON MURIB
JURUSAN : PARIWISATA
PROGRAM :TRAVEL/PERJALANAN
KEMENTRIAN
PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF INDONESIA
SEKOLAH
TINGGI PARIWISATA NUSA DUA, BALI
TAHUN
2014.
BAB I
1.
LATAR
BELAKANG.
Papua adalah salah satu pulau
terbesar di Indonesia yang memiliki alam yang sangat unik dan budaya yang
berbeda, dengan Suku sebanyak 310 dan bahasa 225 bahasa yang di huni di pulau
papua, bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia. Papua memeliki Dua provinsi
yaitu Provini Papua dan Papua Barat, provinsi Papua Beribu kota Jayapura
sedangkan Papua Barat beribu kota Sorong. Papua memiliki 3 pemukiman yaitu
Penduduk pesisir pantai,Penduduk pedalaman yang mendiami dataran rendah,Penduduk daerah yang mendiami dataran
tinggi. Di papua
ada Beberapa agama yang di huni yaitu
Agama Kristen Protestan,Kristen Katolik,Islam,Hindu,budha. Orang papua Orang pribumi sendiri memeluk Agama Kristen
Protestan dan Katolik sedangkan ada beberapa agama tersebut adalah Dari luar
Papua seperti Bali,Makasar, Jawa dll.
2.
GEOGRAFI
PAPUA
Papua terletak pada kedudukan 0° 19' - 10° 45' LS
dan 130° 45' - 141° 48' BT, menempati sesetengah bahagian barat dari Papua New Guinea yang merupakan pulau terbesar kedua selepas Greenland. Secara fizikal, Papua merupakan daerah (provinsi)
terbesar di Indonesia, dengan luas daratan 21,9% dari jumlah kesuluruhan tanah
seluruh Indonesia iaitu 421,981 km², membujur dari barat ke timur (Sorong -
Jayapura) sepanjang 1,200 km (744 batu) dan dari utara ke selatan (Jayapura-
Merauke) sepanjang 736 km (456 batu). Selain daripada tanah yang luas, Papua
juga memiliki banyak pulau sepanjang pesisirannya. Di pesisiran utara terdapat
Pulau Biak, Numfor, Yapen dan Mapi. Pada bahagian barat ialah Pulau Salawati,
Batanta, Gag, Waigeo dan Yefman. Pada pesisiran Selatan terdapat pula Pulau
Kalepon, Komoran, Adi, Dolak, sedangkan di bahagian timur bersempadan dengan
Papua New Guinea.
3.
IKLIM PAPUA
Papua terletak tepat di sebelah selatan garis khatulistiwa, namun kerana daerahnya yang bergunung-gunung maka
iklim di Papua sangat bervariasi melebihi daerah Indonesia lainnya. Di daerah
pesisiran barat dan utara beriklim tropika lembap dengan tadahan hujan
rata-rata berjumlah diantara 1.500 - 7.500 mm pertahun. Tadahan hujan tertinggi
terjadi di pesisir pantai utara dan di pegunungan tengah, sedangkan tadahan
hujan terendah terjadi di pesisir pantai selatan. Suhu udara bervariasi sejajar
dengan bertambahnya ketinggian. Untuk setiap kenaikan ketinggian 100 m ( 900
kaki ), secara rata-rata suhu akan menurun 0.6 °C.
4. TOPOGRAFI
Keadaan
topografi Papua bervariasi mulai dari dataran rendah berawa sampai dataran
tinggi yang dipenuhi dengan hutan hujan tropika, padang rumput dan lembah. Pada
bahagian tengah pula terdapat rangkaian pergunungan tinggi sepanjang 650 km.
Salah satu bahagian daripada pegunungan tersebut adalah pergunungan Jayawijaya yang
terkenal kerana di sana terdapat tiga puncak tertinggi yang walaupun terletak
dalam garisan khatulistiwa namun selalu diselimuti oleh salji di puncak
Jayawijaya dengan ketinggian 5,030 m (15.090 kaki), puncak Trikora 5,160 m
(15,480 kaki) dan puncak Yamin 5,100 m (15.300 kaki).
Sungai-sungai
besar beserta anak sungainya mengalir ke arah selatan dan utara. Sungai Digul
yang bermula dari pedalaman kabupaten Merauke mengalir ke Laut Arafura. Sungai
Warenai, Wagona dan Mamberamo yang melewati Kabupaten Jayawijaya, Paniai dan
Jayapura bermuara di Samudera Pasifik. Sungai-sungai tersebut mempunyai peranan
penting bagi masyarakat sepanjang alirannya baik sebagai sumber air bagi
kehidupan harian, sebagai nelayan mahupun sebagai sarana penghubung ke daerah
luar. Selain itu terdapat pula beberapa danau, diantaranya yang terkenal adalah
Danau Sentani di Jayapura, Danau Yamur, Danau Tigi dan Danau Paniai di
Kabupaten Nabire dan Paniai.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
TENTANG
SUKU DANI.
Suku Dani adalah sebuah suku
yang mendiami satu wilayah di Lembah Baliem yang dikenal sejak ratusan tahun
lalu sebagai petani yang terampil dan telah menggunakan alat / perkakas yang
pada awal mula ditemukan diketahui telah mengenal teknologi penggunaan kapak
batu, pisau yang dibuat dari tulang binatang, bambu dan juga tombak yang dibuat
menggunakan kayu galian yang terkenal sangat kuat dan berat. Suku Dani masih
banyak mengenakan “koteka” (penutup Kemaluan Pria) yang terbuat dari
kunden/labu kuning dan para wanita menggunakan pakaian wah berasal dari
rumput/serat dan tinggal di “honai-honai” (gubuk yang beratapkan
jerami/ilalang). Upacara-upacara besar dan keagamaan, perang suku masih
dilaksanakan (walaupun tidak sebesar sebelumnya).
Suku Dani yang mendiami daerah
Lembah Baliem. Merupakan salah satu Suku Terbesar yang mendiami Wilayah
Pegunungan Tengah Papua. Selain Suku Dani, Wilayah Pegunungan Tengah Papua
didiami oleh suku, Ekari, Moni, Damal, Amugme dan beberapa sub suku lainnya.
Sebagian masyarakat suku Dani
menganut agama Kristen atas pengaruh misionaris Eropa yang datang ke tempat itu
dan mendirikan misi misionarisnya ketika pada tahun sekitar 1935 pemerintahan
Belanda membangun kota Wamena. Kondisi geografis dari tempat tinggal Suku Dani
ini sendiri seperti halnya daerah pegunungan tengah di Papua, terdiri dari
gunung-gunung tinggi dan sebagian puncaknya bersalju dan lembah-lembah yang
luas. Kontur tanahnya sendiri terdiri dari tanah berkapur dan granit dan
disekitar lembah yang merupakan perpaduan dari tanah berlumpur yang mengendap
dengan tanah liat dan lempung. Daerahnya sendiri beriklim tropis basah karena
dipengaruhi oleh letak ketinggian dari permukaan laut, temperatur udara
bervariasi antara 80-200Celcius, suhu rata-rata 17,50 Celcius dengan hari hujan
152,42 hari pertahun, tingkat kelembaban diatas 80 %, angin berhembus sepanjang
tahun dengan kecepatan rata-rata tertinggi 14 knot dan terendah 2,5 knot.
Mitos menceritakan bahwa orang
pertama/ manusia pertama suku Dani bernama Pumpa (Pria) dan Nali nali(Wanita)
yang masuk ke Lembah Baliem dari arah timur melalui sebuah Goa. Ada beberapa
sumber yang mengatakan Goa pertama tempat keluarnya manusia pertama ini berasal
dari Goa Kali Huam (Daerah Siepkosy), ada pula yang mengatakan dari Goa di
Daerah Pugima dan sebagian mengatakan bahwa keluarnya Manusia pertama suku dani
ini berasal dari dari Pintu masuk angin di daerah Kurima.
Hutan-hutan di mana suku Dani
bermukim sangat kaya akan flora dan fauna yang tak jarang bersifat endemic
seperti cenderawasih, mambruk, nuri bermacam-macam jenis burung dan kupu-kupu
yang beraneka ragam warna dan coraknya. Untuk budaya dari Suku Dani sendiri,
meskipun suku Dani penganut Kristen, banyak diantara upacara-upacara mereka
masih bercorak budaya lama yang diturunkan oleh nenek moyang mereka. Suku Dani
percaya terhadap rekwasi. Seluruh upacara keagamaan diiringi dengan nyanyian,
tarian dan persembahan terhadap nenek moyang. Peperangan dan permusuhan
biasanya terjadi karena masalah pelintasan daerah perbatasan dan wanita.
Pada rekwasi ini, para prajurit
biasanya akan membuat tanfa dengan lemak babi, kerang, bulu-bulu, kus-kus, sagu
rekat, getah pohon mangga, dan bunga-bungaan di bagian tubuh mereka. Tangan
mereka menenteng senjata-senjata tradisional khas suku Dani seperti tombak,
kapak, parang dan busur beserta anak panahnya.
Salah satu kebiasaan unik
lainnya dari suku Dani sendiri adalah kebiasaan mereka mendendangkan
nyanyian-nyanyian bersifat heroisme dan atau kisah-kisah sedih untuk
menyemangati dan juga perintang waktu ketika mereka bekerja. Untuk alat musik
yang mengiringi senandung atau dendang ini sendiri adalah biasanya adalah alat
musik pikon, yakni satu alat yang diselipkan diantara lubang hidung dan telinga
mereka. Disamping sebagai pengiring nyanyian, alat ini pun berfungsi ganda
sebagai isyarat kepada teman atau lawan di hutan kala berburu.
Nama Dani sebenarnya bermakna orang asing, yaitu berasal
dari kata Ndani, tapi karena ada perubahan fenom N hilang dan menjadi Dani
saja. Suku Dani sendiri sebenarnya lebih senang disebut suku Parim. Suku ini
sangat menghormati nenek moyangnya dengan penghormatan mereka biasanya
dilakukan melalui upacara pesta babi.
Untuk bahasa sendiri, suku Dani
memiliki 3 sub bahasa ibu secara keseluruhan, dan ketiganya termasuk
bahasa-bahasa kuno yang kemudian seiring perjalanan waktu, ketiga sub bahasa
ibu ini pun memecah menjadi berbagai varian yang dikenal sekarang ini di Papua.
Sub bahasa ibu itu adalah:
1.
SubkeluargaWano.
2.
Sub
keluarga Dani Pusat yang terdri atas logat Dani Barat dan logat lembah Besar
3.
Sub
keluarga Nggalik – Dugawa.
Tak bisa kita pungkiri lagi
kalau suku Dani dan seluruh suku yang mendiami Lembah Baliem di Wamena Papua
ini merupakan kekayaan budaya yang tak ternilai dan haruslah di lestarikan.
Wisata budaya dapat digunakan untuk memperkenalkan keunikannya ke seluruh
penjuru dunia.
1.1.KEPERCAYAAN
Sistem Religi /
Kepercayaan Dasar religi masyarakat Dani adalah sama uraian yang di atas yaitu
menghormati roh nenek moyang dan juga diselenggarakannya upacara yang
dipusatkan pada pesta babi. Konsep kepercayaan / keagamaan yang terpenting
adalah Atou, yaitu kekuatan sakti para nenek moyang yang diturunkan secara
patrilineal (diturunkan kepada anak laki-laki). Kekuasaan sakti ini antara
lain :
ü
kekuatan
menjaga kebun.
ü
kekuatan
menyembuhkan penyakit dan menolak bala.
ü
kekuatan
menyuburkan tanah Untuk menghormati nenek moyangnya, suku Dani membuat lambang
nenek moyang yang disebut Kaneka. Selain itu juga adanya Kaneka Hagasir yaitu
upacara keagamaan untuk menyejahterakan keluarga masyarakat serta untuk
mengawali dan mengakhiri perang.
1.2. SISTEM
KEKERABATAN.
Masyarakat Dani tidak mengenal
konsep keluarga batih, di mana bapak, ibu, dan anak tinggal dalam satu rumah.
Mereka adalah masyarakat komunal. Maka jika rumah dipandang sebagai suatu
kesatuan fisik yang menampung aktivitas-aktivitas pribadi para penghuninya,
dalam masyarakat Dani unit rumah tersebut adalah sili.
Sistem Kekerabatan Sistem
kekerabatan masyarakat Dani ada tiga yaitu kelompok kekerabatan, paroh
masyarakat, dan kelompok teritorial.
·
Kelompok
kekerabatan yang terkecil dalam masyarakat suku Dani adalah keluarga luas.
Keluarga luas ini terdiri atas tiga atau dua keluarga inti bersama – sama
menghuni suatu kompleks perumahan yang ditutup pagar (lima).
Pernikahan orang Dani bersifat
poligami diantaranya poligini. Keluarga batih ini tinggal di satu – satuan
tempat tinggal yang disebut siimo. Sebuah desa Dani terdiri dari 3 & ndash;
4 slimo yang dihuni 8 & ndash; 10 keluarga. Menurut mitologi suku Dani
berasal dari keuturunan sepasang suami istri yang menghuni suatu danau di
sekitar kampung Maina di Lembah Baliem Selatan. Mereka mempunyai anak bernama
Woita dan Waro.
Orang Dani dilarang menikah
dengan kerabat suku Moety sehingga perkawinannya berprinsip eksogami Moety
(perkawinan Moety / dengan orang di luar Moety).
·
Paroh
masyarakat. Struktur masyarakat Dani merupakan gabungan beberapa ukul (klen
kecil) yang disebut ukul oak (klen besar).
·
Kelompok
teritorial. Kesatuan teritorial yang terkecil dalam masyarakat suku bangsa Dani
adalah kompleks perumahan (uma) yang dihuni untuk kelompok keluarga luas yang
patrilineal (diturunkan kepada anak laki-laki).
1.3.PERKAWINAN.
Pernikahan orang Dani bersifat
poligami diantaranya poligini. Keluarga batih ini tinggal di satu – satuan
tempat tinggal yang disebut silimo. Sebuah desa Dani terdiri dari 3 &
ndash; 4 slimo yang dihuni 8 & ndash; 10 keluarga. Menurut mitologi suku
Dani berasal dari keuturunan sepasang suami istri yang menghuni suatu danau di
sekitar kampung Maina di Lembah Baliem Selatan. Mereka mempunyai anak bernama
Woita dan Waro. Orang Dani dilarang menikah dengan kerabat suku Moety sehingga
perkawinannya berprinsip eksogami Moety (perkawinan Moety / dengan orang di
luar Moety). b. Paroh masyarakat. Struktur masyarakat Dani merupakan gabungan
beberapa ukul (klen kecil) yang disebut ukul oak (klen besar) c. Kelompok
teritorial. Kesatuan teritorial yang terkecil dalam masyarakat suku bangsa Dani
adalah kompleks perumahan (uma) yang dihuni untuk kelompok keluarga luas yang
patrilineal (diturunkan kepada anak laki-laki).
1.4.Kesenian
Kesenian dan Kerajinan Kesenian
masyarakat suku Dani dapat dilihat dari cara membangun tempat kediaman, seperti
disebutkan di atas dalam satu silimo ada beberapa bangunan, seperti :
Honai, Ebeai, dan Wamai. Selain membangun tempat tinggal, masyarakat Dani
mempunyai seni kerajinan khas, anyaman kantong jaring penutup kepala dan
pegikat kapak. Orang Dani juga memiliki berbagai peralatan yang terbuat dari
bata, peralatan tersebut antara lain : Moliage, Valuk, Sege, Wim, Kurok,
dan Panah sege.
1.5.Pendidikan
Sebagaimana suku – suku
pedalaman Papua seperti halnya suku Dani umumnya tingkat pendidikan (formal)
rendah dan kesadaran untuk menimba ilmunya juga masih kurang. Namun, sejak masa
reformasi beberapa belas tahun silam suku Dani sudah banyak yang menuntut ilmu
ke luar daerahnya.
1.6.Politik Suku Dani
Sistem Politik dan
Kemasyarakatan Masyarakat Dani senantiasa hidup berdampingan dan saling tolong
menolong, kehidupan masyarakat Dani memiliki ciriciri sebagai berikut :
ü
Masyarakat
Dani memiliki kerjasama yang bersifat tetap dan selalu bergotong royong.
ü
Setiap
rencana pendirian rumah selalu didahului dengan musyawarah yang dipimpin oleh
seorang penata adat atau kepala suku.
ü
Organisasi
kemasyarakat pada suku Dani ditentukan berdasarkan hubungan keluarga dan
keturunan dan berdasarkan kesatuan teritorial.
Suku Dani dipimpin oleh seorang
kepala suku besar yaitu disebut Ap Kain
yang memimpin desa adat watlangka, selain itu ada juga 3 kepala suku yang
posisinya berada di bawah Ap Kain dan memegang bidang sendiri sendiri, mereka adalah : Ap. Menteg, Ap.
Horeg, dan Ap Ubaik Silimo biasa yang dihuni oleh masyatakat biasa dikepalai
oleh Ap. Waregma. Dalam masyarakat Dani tidak ada sistem pemimpin, kecuali
istilah Kain untuk pria yang berarti kuat, pandai dan terhormat.
Pada tingkat uma, pemimpinnya
adalah laki-laki yang sudah tua tetapi masih mampu mengatur urusannya dalam
satu halaman rumah tangga maupun kampungnya. Urusan tersebut antara lain :
Pemeliharaan kebun dan Bahi, serta Melerai pertengkaran.
Pemimpin federasi berwenang
untuk memberi tanda dimulainya perang atau pesta lain. Pertempuran dipimpin
untuk para win metek. Pemimpin konfederasi biasanya pernah juga menjadi win
metek, meski bukan syarat mutlak, syarat menjadi pemimpin masyarakat
Dani : Pandai bercocok tanam, bersifat ramah dan murah hati, pandai berburu,
memiliki kekuatan fisik dan keberanian, pandai berdiplomasi, dan pandai
berperang.
1.7.Sistem
Ekonomi
Sistem Ekonomi Nenek moyang
orang Dani tiba di Irian hasil dari suatu proses perpindahan manusia yang
sangat kuno dari daratan Asia ke kepulauan Pasifik Barat Irian Jaya. Kemungkinan
pada waktu itu masyarakat mereka masih bersifat praagraris yaitu baru mulai
menanam tanaman dalam jumlah yang sangat terbatas. Inovasi yang
berkesinambungan dan kontak budaya menyebabkan pola penanaman yang sangat
sederhana tadi berkembang menjadi suatu sistem perkebunan ubijalar, seperti
sekarang.
1.8.Mata
Pencaharian
Mata pencaharian pokok suku
bangsa Dani adalah bercocok tanam dan beternak babi. Umbi manis merupakan jenis
tanaman yang diutamakan untuk dibudidayakan, artinya mata pencaharian umumnya
mereka adalah berkebun. Tanaman-tanaman mereka yang lain adalah pisang, tebu,
dan tembakau.
Kebun-kebun milik suku Dani ada
tiga jenis, yaitu:
ü
Kebun-kebun
di daerah rendah dan datar yang diusahakan secara menetap.
ü
Kebun-kebun
di lereng gunung.
ü
Kebun-kebun
yang berada di antara dua uma
Kebun-kebun tersebut biasanya
dikuasai oleh sekelompok atau beberapa kelompok kerabat. Batas-batas hak ulayat
dari tiap-tiap kerabat ini adalah sungai, gunung, atau jurang.
Dalam mengerjakan kebun, masyarakat
suku Dani masih menggunakan peralatan sederhana seperti tongkat kayu berbentuk
linggis dan kapak batu.
Selain berkebun, mata
pencaharian suku Dani adalah beternak babi. Babi dipelihara dalam kandang yang
bernama wamai (wam = babi; ai = rumah). Kandang babi berupa bangunan berbentuk
empat persegi panjang yang bentuknya hampir sama dengan hunu. Bagian dalam
kandang ini terdiri dari petak-petak yang memiliki ketinggian sekitar 1,25 m
dan ditutupi bilah-bilah papan. Bagian atas kandang berfungsi sebagai tempat
penyimpanan kayu bakar dan alat-alat berkebun. Bagi suku Dani babi berguna
untuk: 1) dimakan dagingnya 2) darahnya dipakai dalam upacara magis 3)
tulang-tulang dan ekornya untuk hiasan 4) tulang rusuknya digunakan untuk pisau
pengupas ubi 5) sebagai alat pertukaran/barter 6) menciptakan perdamaian bila
ada perselisihan
Suku Dani melakukan kontak
dagang dengan kelompok masyarakat terdekat di sekitarnya. Barang-barang yang
diperdagangkan adalah batu untuk membuat kapak, dan hasil hutan seperti kayu,
serat, kulit binatang, dan bulu burung.
2.
TENTANG
RUMAH ADAT
Honai, rumah adat suku Dani
ukurannya tergolong mungil, bentuknya bundar, berdinding kayu dan beratap
jerami. Namun, ada pula rumah yang bentuknya persegi panjang. Rumah jenis ini
namanya Ebe’ai (Honai Perempuan).
Perbedaan antara Honai dan
Ebe’ai terletak pada jenis kelamin penghuninya. Honai dihuni oleh laki-laki,
sedangkan Ebe’ai (Honai Perempuan) dihuni oleh perempuan. Komplek Honai ini
tersebar hampir di seluruh pelosok Lembah Baliem yang luasnya 1.200 km2. Baik
itu dekat jalan besar (dan satu-satunya yang membelah lembah itu), hingga di
puncak-puncak bukit, di kedalaman lembah, juga di bawah naungan tebing raksasa.
Rumah bundar itu begitu mungil
sehinggi kita tak bisa berdiri di dalamnya. Jarak dari permukaan rumah sampai
langit-langit hanya sekitar 1 meter. Di dalamnya ada 1 perapian yang terletak
persis di tengah. Tak ada perabotan seperti kasur, lemari, ataupun cermin.
Begitu sederhana namun bersahaja.
Atap jerami dan dinding kayu
rumah Honai ternyata membawa hawa sejuk ke dalam Honai. Kalau udara dirasa
sudah terlalu dingin, seisi rumah akan dihangatkan oleh asap dari perapian.
Bagi suku Dani, asap dari kayu sudah tak aneh lagi dihisap dalam waktu lama.
Selama pintu masih terbuka (dan memang tak ada tutupnya), oksigen masih
mengalir kencang.
Selain jadi tempat tinggal,
Honai juga multifungsi. Ada Honai khusus untuk menyimpan umbi-umbian dan hasil
ladang, semacam lumbung untuk menyimpan padi. Ada pula yang khusus untuk
pengasapan mumi. Fungsi yang disebut terakhir itu bisa ditemukan di Desa Kerulu
dan Desa Aikima, tempat 2 mumi paling terkenal di Lembah Baliem.
2.1.Bentuk
Honai
Bentuk Honai yang bulat tersebut
dirancang untuk menghindari cuaca dingin ataupun karena tiupan angin yang
kencang sehingga rumah yang sederhana ini dapat bertahan bertahun-tahun
lamanya.
2.2.Atap
Honai
Honai memiliki bentuk atap bulat
kerucut. Bentuk atap ini berfungsi untuk melindungi seluruh permukaan dinding
agar tidak mengenai dinding ketika hujan turun.
Atap honai terbuat dari susunan
lingkaran-lingkaran besar yang terbuat dari kayu buah sedang yang dibakar di
tanah dan diikat menjadi satu di bagian atas sehingga membentuk dome. Empat
pohon muda juga diikat di tingkat paling atas dan vertikal membentuk persegi
kecil untuk perapian.
Penutup atap terbuat dari jerami
yang diikat di luar dome. Lapisan jerami yang tebal membentuk atap dome,
bertujuan menghangatan ruangan di malam hari. Jerami cocok digunakan untuk
daerah yang beriklim dingin. Karena jerami ringan dan lentur memudahkan suku
Dani membuat atap serta jerami mampu menyerap goncangan gempa. Sehingga,
apabila terjadi gempa sangat kecil kemungkinan Rumah Honai akan rubuh.
2.3.Dinding
Honai mempunyai pintu kecil dan
jendela-jendela yang kecil, jendela-jendela ini berfungsi memancarkan sinar ke
dalam ruangan tertutup itu, ada pula Honai yang tidak memiliki jendela, Honai
tanpa jendela pada umumnya dipergunakan untuk kaum ibu/perempuan.
Jika anda masuk ke dalam honai
ini maka di dalam cukup dingin dan gelap karena tidak terdapat jendela dan
hanya ada satu pintu. Pintunya begitu pendek sehingga harus menunduk jika akan
masuk ke rumah Honai. Dimalam hari menggunakan penerangan kayu bakar di dalam
Honai dengan menggali tanah didalamnya sebagai tungku selain menerangi bara api
juga bermanfaat untuk menghangatkan tubuh. Jika tidur mereka tidak menggunakan
dipan atau kasur, mereka beralas rerumputan kering yang dibawa dari kebun atau
ladang. Umumnya mereka mengganti jika sudah terlalu lama karena banyak terdapat
kutu babi.
2.4.Ketinggian
Rumah Honai mempunyai tinggi
2,5-5 meter dengan diameter 4-6 meter. Rumah Honai ditinggali oleh 5-10 orang
dan rumah ini biasanya dibagi menjadi 3 bangunan terpisah. Satu bangunan
digunakan untuk tempat beristirahat (tidur). Bangunan kedua untuk tempat makan
bersama dimana biasanya mereka makan beramai-ramai dan bangunan ketiga untuk
kandang ternak terutama babi. Rumah Honai juga biasanya terbagi menjadi 2
tingkat. Lantai dasar dan lantai satu di hubungkan dengan tangga yang terbuat
dari bambu/kayu. Biasanya pria tidur melingkar di lantai dasar , dengan kepala
di tengah dan kaki di pinggir luarnya, demikian juga cara tidur para wanita di
lantai satu. Dalam peraturan adat Honai, pria dan wanita (termasuk anak-anak)
tidak boleh tidur disatu tempat secara bersamaan hukumnya tabu.
2.5.Fungsi
Honai
Rumah Honai mempunyai fungsi
antara lain:
ü
Sebagai
tempat tinggal.
ü
Tempat
menyimpan alat-alat perang.
ü
Tempat
mendidik dan menasehati anak-anak lelaki agar bisa menjadi orang berguna di
masa depan.
ü
Tempat
untuk merencanakan atau mengatur strategi perang agar dapat berhasil dalam
pertempuran atau perang.
ü
Tempat
menyimpan alat-alat atau simbol dari adat orang Dani yang sudah ditekuni sejak
dulu
2.6.Filosofi
Honai
Filosofi bangunan Honai yang
bentuknya bulat melingkar adalah :
ü
Dengan
kesatuan dan persatuan yang paling tinggi kita mempertahankan budaya yang telah
diperthankan oleh nene moyang kita dari dulu hingga saat ini.
ü
Dengan
tinggal dalam satu honai maka kita sehati, sepikir dan satu tujuan dalam
menyelesaikan suatu pekerjaan.
ü
Honai
merupakan symbol dari kepribadian
2.7.Bahan
Pembuat
Kebiasaaan dari suku atau orang
Dani dan Yali dalam membangun Honai yaitu mereka mencari kayu yang memang kuat
dan dapat bertahan dalam waktu yang lama atau bertahun-tahun bahkan sampai
ratusan tahun. Bahan yang digunakan sebagai berikut:
ü
Kayu
besi (oopihr) digunakan sebagai tiang penyangga bagian tengah Rumah Honai.
ü
Kayu
buah besar.
ü
Kayu
batu yang paling besar.
ü
Kayu
buah sedang.
ü
Jagat
(mbore/pinde).
ü
Tali.
ü
Alang-alang
ü
Papan
yang dikupas
ü
Papan
alas dll.
Adat Menghormati Nenek Moyang
Untuk mnghormati nenek
moyangnya, Suku Dani membuat lambang nenek moyang yang disebut Kaneka. Selain
itu juga adanya Kaneka Hagasir yaitu upacara keagamaan untuk mensejahterakan
keluarga masyarakat serta untuk mengawali dan mengakhiri perang.
3.
TENTANG
TRADISI POTONG JARI TANGAN
Banyak cara menunjukkan
kesedihan dan rasa duka cita ditinggalkan anggota keluarga yang meninggal
dunia. Butuh waktu lama untuk mengembalikan kembali perasaan sakit kehilangan.
Namun berbeda dengan Suku Dani di Papua, mereka melambangkan kesedihan lantaran
kehilangan salah satu anggota keluarga yang meninggal. Tidak hanya dengan
menangis, tetapi memotong jari. Bila ada anggota keluarga atau kerabat dekat
yang meninggal dunia seperti suami, istri, ayah, ibu, anak dan adik, Suku Dani
diwajibkan memotong jari mereka. Mereka beranggapan bahwa memotong jari adalah
symbol dari sakit dan pedihnya seseorang yang kehilangan anggota keluarganya.
Pemotongan jari juga dapat diartikan sebagai upaya untuk mencegah ‘terulang
kembali’ malapetaka yangg telah merenggut nyawa seseorang di dalam keluarga yg
berduka.
3.1.Mengapa
Jari Yang Di Potong
Bagi Suku Dani, jari bisa
diartikan sebagai symbol kerukunan, kebersatuan dan kekuatan dalam diri manusia
maupun sebuah keluarga. Walaupun dalam penamaan jari yang ada ditangan manusia
hanya menyebutkan satu perwakilan keluarga yaitu Ibu jari. Akan tetapi jika
dicermati perbedaan setiap bentuk dan panjang jari memiliki sebuah kesatuan dan
kekuatan kebersamaan untuk meringankan semua beban pekerjaan manusia. Jari
saling bekerjasama membangun sebuah kekuatan sehingga tangan kita bisa
berfungsi dengan sempurna. Kehilangan salah satu ruasnya saja, bisa
mengakibatkan tidak maksimalnya tangan kita bekerja. Jadi jika salah satu
bagiannya menghilang, maka hilanglah komponen kebersamaan dan berkuranglah
kekuatan.
Alasan lainya adalah “Wene
opakima dapulik welaikarek mekehasik” atau pedoman dasar hidup bersama dalam
satu keluarga, satu marga, satu honai (rumah), satu suku, satu leluhur, satu
bahasa, satu sejarah/asal-muasal, dan sebagainya. Kebersamaan sangatlah penting
bagi masyarakat pegunungan tengah Papua. Kesedihan mendalam dan luka hati orang
yang ditinggal mati anggota keluarga, baru akan sembuh jika luka di jari sudah
sembuh dan tidak terasa sakit lagi. Mungkin karena itulah masyarakat pegunungan
papua memotong jari saat ada keluarga yang meninggal dunia. Tradisi Potong Jari
di Papua sendiri dilakukan dengan berbagai banyak cara, mulai dari menggunakan
benda tajam seperti pisau, kapak atau parang. Ada juga yang melakukannya dengan
menggigit ruas jarinya hingga putus, mengikatnya dengan seutas tali sehingga
aliran darahnya terhenti dan ruas jari menjadi mati kemudian baru dilakukan
pemotongan jari. Selain tradisi pemotongan jari, di Papua juga ada tradisi yang
dilakukan dalam upacara berkabung. Tradisi tersebut adalah tradisi mandi
lumpur. Mandi lumpur dilakukan oleh anggota atau kelompok dalam jangka waktu
tertentu. Mandi lumpur mempunyai arti bahwa setiap orang yang meninggal dunia
telah kembali ke alam. Manusia berawal dari tanah dan kembali ke tanah.
Beberapa sumber ada yang mengatakan Tradisi potong jari pada saat ini sudah
hampir ditinggalkan. Jarang orang yang melakukannya belakangan ini karena
adanya pengaruh agama yang mulai berkembang di sekitar daerah pegunungan tengah
Papua. Namun kita masih bisa menemukan banyak sisa lelaki dan wanita tua dengan
jari yang telah terpotong karena tradisi ini.
4. Tentang
Mumi Di Papua
PAPUA
bukan kaya akan sumber daya alamnya saja, namun dari segi warisan dan keunikan
budaya juga tanah ini cukup kaya. Salah satunya adalah keberadaan mumi di tanah
Papua. Nilai budaya dari mumi juga cukup penting untuk di perhatikan.
Jika berbicara
tentang sejarah keberadaan mumi, orang pasti mengira hanya terdapat di Mesir,
yakni; mumi para Firaun. Ternyata mumi tidak hanya terdapat di Mesir, namun ada
juga di Indonesia bagian timur, tepatnya di Provinsi Papua. Menurut sebuah penelitian yang dilakukan pada akhir tahun
1980-an sampai awal tahun 1990-an, terdapat tujuh mumi di Kabupaten Wamena,
Provinsi Papua. Ketujuh mumi tersebut berada di beberapa Distrik yang tersebar
di Kabupaten Wamena.
4.1.Mumi
Menurut Wikipedia Indonesia mumi adalah sebuah mayat yang
diawetkan, dikarenakan perlindungan dari dekomposisi oleh cara alami atau
buatan, sehingga bentuk awalnya tetap terjaga. Ini dapat dicapai dengan menaruh
tubuh tersebut di tempat yang sangat kering atau sangat dingin, atau ketiadaan
oksigen, atau penggunaan bahan kimiawi.
Tujuannya tidak begitu pasti, namun dipercayai sebagai sebuah
simbol penghargaan masyarakat setempat terhadap seseorang yang dinilai telah
berjasa dan memberikan kontribusi penting.
Biasanya mumi dikeringkan atau diawetkan menggunakan bahan kimia atau bahan pengawet khusus. Cara ini terjadi pada mumi para Firauan di Mesir, namun berbeda dengan mumi di Wamena. Ia terlebih dahulu diawetkan menggunakan ramuan tradisional sejenis daun, dan di keringkan di genting honai (red; rumah tradisional) dengan cara diasapi. Di perkirakan mumi bisa bertahan dalam jangka waktu yang begitu lama, yakni; ratusan hingga ribuaan tahun. Keberadaan mumi juga di yakini sebagai simbol kepercayaan masyarakat sekitar pada leluhur, alam dan nenek moyang mereka.
Biasanya mumi dikeringkan atau diawetkan menggunakan bahan kimia atau bahan pengawet khusus. Cara ini terjadi pada mumi para Firauan di Mesir, namun berbeda dengan mumi di Wamena. Ia terlebih dahulu diawetkan menggunakan ramuan tradisional sejenis daun, dan di keringkan di genting honai (red; rumah tradisional) dengan cara diasapi. Di perkirakan mumi bisa bertahan dalam jangka waktu yang begitu lama, yakni; ratusan hingga ribuaan tahun. Keberadaan mumi juga di yakini sebagai simbol kepercayaan masyarakat sekitar pada leluhur, alam dan nenek moyang mereka.
4.2.Mumi
Wamena.
Suku yang mendiami Wamena adalah suku Dani. Mereka terkenal
karena kebiasaan mereka yang suka berperang. Mereka di yakini sebagai suku
terbesar di Papua. Pada umumnya mereka tinggal di daerah pegunungan dan
lemba-lembah Papua. Keberadaan mumi hanya ditemukan daerah mereka.
Tujuh mumi yang terdapat Kabupaten Wamena, tepatnya di Kecamatan
Kurulu, utara Kota Wamena sebanyak sebanyak 3 mumi; Kecamatan Assologaima,
barat Kota Wamena sebanyak 3 mumi, serta satu mumi di Kecamatan Kurima. Semua
berjumlah enam mumi. Mumi yang terletak di Kecamatan Kurima adalah satu-satunya
mumi perempuan. Ia tidak pernah di perlihatkan kepada masyarakat luas maupun
kepada para wisatawan. Masyarakat sekitar meyakini jika ia perlihatkan secara
bebas, akan berdampak buruk bagi keberlangsungan hidup mereka.
Ada dua mumi yang di dapat di perlihatkan secara umum, namun
tentunya harus membayar dengan harga 20.000 rupiah hingga 30.000. Mumi tersebut
adalah;
1. mumi Werupak Elosak di Desa Aikima, dan
2. Wimontok Mabel di Desa Yiwika,
keduanya berada di Distrik Kurulu. Ratusan
hingga ribuan wisatawan berdatangan tiap tahunnya ke tempat ini. Selain dari
dalam negeri, banyak juga yang datang dari luar negeri. Jika tidak menyaksikan
upacara perang suku, mengunjung keberadaan mumi sudah tentu menjadi pilihan
utama mereka.
4.3.Ketokohan
Mumi
Mumi dikalangan masyarakat Dani tidak hanya menjadi sebuah
simbol atau pajangan, namun lebih dari pada itu ia adalah sebuah tokoh besar
yang patut di kenang sepanjang masa. Mereka meyakni mumi akan berada di
tengah-tengah masyarakat, bahkan bersama-sama dengan mereka jika suatu waktu
ada perang suku. Tidak semua mayat atau jasad yang
diperbolehkan menjadi atau dijadikan mumi. Hanya yang mempunyai jasa besar
terhadap suku seperti kepala suku atau panglima perang yang secara adat
diizinkan menjadi mumi. Misalnya, Mumi Wimontok Mabel. Ia adalah seorang kepala
suku besar. Wimontok mempunyai arti perang terus. Karena semasa hidupnya ia kepala
suku perang yang ahli strategi. Wimontok meninggal akibat usia tua dan memberi
wasiat kepada keluarganya agar jasadnya diawetkan. Hal
itu di turuti oleh keluarganya. Ia diawetkan hingga sekarang. Umurnya bisa di
pastikan sudah hampir 384 tahun. Jasadnya selalu di rawat. Setiap lima tahun
sekali diadakan upacara oleh masyarakat setempat.
Mumi Werupak Elosak juga demikian. Saat ini ia berumur 232 tahun. Pakaian tradisional yang ia kenakan, seperti koteka, masih utuh. Ia adalah panglima perang dan meninggal akibat luka tusukan sege (tombak). Lukanya pun masih terlihat jelas hingga kini. Jasad Werupak dijadikan mumi, selain untuk menghormati jasa semasa hidupnya, juga karena Werupak sendiri yang meminta. Ia ingin supaya mayatnya diawetkan.
Mumi Werupak Elosak juga demikian. Saat ini ia berumur 232 tahun. Pakaian tradisional yang ia kenakan, seperti koteka, masih utuh. Ia adalah panglima perang dan meninggal akibat luka tusukan sege (tombak). Lukanya pun masih terlihat jelas hingga kini. Jasad Werupak dijadikan mumi, selain untuk menghormati jasa semasa hidupnya, juga karena Werupak sendiri yang meminta. Ia ingin supaya mayatnya diawetkan.
Hanya seorang tokoh penting yang jasadnya bisa di keringkan
menjadi sebuah mumi, selain dari itu tidak. Kebiasaan masyarakat Wamena, jika
seseorang telah meninggal, ia pasti akan di bakar, tujuannya agar jejaknya
tidak di temukan lagi.
NIlai Ada Masyarakat Wamena pada umumnya sangat menghargai
nilai-nilai adat dan budaya. Sejak turun temurun mereka telah diajarkan
bagaimana menghargai dan menghormati seorang tokoh (red; kepala suku). Mereka
beraggapan arah hidup mereka hanya dapat diarahkan oleh seorang tokoh tersebut.
Bukti mereka menghargai nilai adat dan budaya juga terlihat dari kepatuhaan
mereka untuk mengeringkan jasad dari seseorang yang telah meninggal. Padahal
belum tentu semua orang sepakat dengan usulan tersebut. Musibah atau bencana
dapat menimpah mereka jika tidak taat dan patuh terhadap seorang tokoh.
Kebiasaan perang suku juga masih sering terjadi dan Wamena. Keberadaan mumi
juga di pandang sebagai berkah besar bagi masyarakat setempat. Inilah keunikan
budaya di negara Indonesia. Harapannya keberadaan mumi di Wamena masih terus
dipelihara. Sekiranya perhatian pemerintah juga masih tetap di harapkan. Semoga
keunikan dan warisan budaya lain yang belum di angkat dari bumi cenderawasih
masih tetap di perhatikan lagi
BAB III
PENUTUP.
A.
KESIMPULAN.
Berdasarkan Hasil dan Pembahasan
diatas maka saya menyimpulkan bahwa untuk membertahankan dan melestarikan
kebudayaan atau adat istiadat tersebut, Pemerintah Daereh dengan masyarakat
berkaitan satu sama lain atau saling membutuhkan dukungan masyarakat dan
sebaliknya guna melestarikan kebudayaan tersebut.
B.
Lampiran.
Gbr 1:
honai
Gmbr:Mumi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar